Sriwijaya
merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya
bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja
Bala Putra Dewa.
Letaknya
yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur
pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan
sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian
besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau
Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya
Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong
perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain
sebagai berikut :
- Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
- Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan
berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690
sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun
690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan
kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah
prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf
Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah
sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Selain
peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi.
Candi-candi budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara
lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi
tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit,
candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa
arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa
Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor,
Perak dan Chaiya.
Pada
masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan
sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha
Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari
negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang
melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas
Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa
Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini
menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain
itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut
berkembang di Sriwijaya.
Letak
Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun
demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain
menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
- Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
- Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
- Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
- Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
- Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar